Warta

Degradasi Demokrasi di Indonesia

Fhierly Shaqirah, Kader PMII Rayon Hukum Universitas Mulawarman/Foto: Aktivis Autentik

Aktivis Autentik - Secara etimologi demokrasi berasal dari dua kata yaitu demos yang artinya rakyat dan kratos yang artinya kekuatan atau kekuasaan. Jika digabungkan maka makna demokrasi artinya kekuasaan rakyat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyat turut serta memerintah dengan perantara wakilnya yang terpilih. Jadi, dengan kata lain demokrasi adalah sistem pemerintahan suatu negara dengan kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Artinya dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi, rakyat memiliki hak kebebasan dalam berpendapat dan berekspresi yang di mana segala kebijakan negara harus merupakan representasi dari kehendak rakyat.

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi yang mana ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 yang berbunyi "maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat…"

Akan tetapi, pada realitanya saat ini Indonesia tidak merepresentasikan sebagai negara demokrasi yang di mana sejatinya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat namun nyatanya tidak berjalan dengan baik dan masih banyak pelanggaran-pelanggaran pada jalannya prinsip demokrasi di Indonesia baik di bidang politik, hukum, pemerintahan dan lain sebagainya sehingga mengakibatkan demokrasi di Indonesia mengalami degradasi.

Terdapat enam prinsip jalannya demokrasi di Indonesia. Pertama, negara berdasarkan konstitusi. Kedua, adanya jaminan perlindungan HAM. Ketiga, kebebasan dalam berpendapat dan pers. Keempat, adanya pergantian kekuasaan secara teratur. Kelima, peradilan yang bebas dan tak memihak. Keenam, penegakan hukum dan persamaan kedudukan pada setiap warga negara.

Prinsip-prinsip tersebut pada realitanya belum terimplementasikan dengan baik, masih banyak kebijakan-kebijakan yang dilahirkan pemerintah yang tidak pro demokrasi seperti diterbitkannya PERPPU Cipta Kerja yang secara jelas menghianati Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa UU Ciptaker Inskonstisional Bersyarat dan memerintahkan agar UU Ciptaker dilakukan perbaikan dengan jangka waktu 2 tahun setelah putusan dijatuhkan.

Maraknya represifitas yang dilakukan aparat penegak hukum pun turut mewarnai mundurnya demokrasi saat ini akibat adanya perbedaan pendapat atau kritik  yang dilayangkan masyarakat kepada pemerintah, seakan-akan pemerintah saat ini tutup mata dan telinga terhadap suara rakyat. Hal ini semakin memperlihatkan wajah otoritarianisme di Indonesia di mana rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi harus turut dilibatkan dalam pembentukan kebijakan disegala sektor akan tetapi kebijakan yang dilahirkan hanya berdasarkan kepada kepentingan oligarki.

Belum lama lagi dengan adanya putusan Pengadilan Negri terkait penundaan pemilu yang jelas diluar kewenangan PN yang mana hal ini dapat merusak jalannya demokrasi karena dapat mengganggu kestabilan politik di Indonesia, dan hal ini lagi lagi menghianati konstitusi sebagaimana diatur dalam pasal 22 E UUD NRI 1945 bahwasanya pemilu dilakukan setiap 5 tahun sekali.

Banyaknya kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat dan pemerintah yang lebih mementingkan para kelompok oligarki menjadikan situasi Indonesia saat ini mengalami degradasi demokrasi.

Berdasarkan data freedom House untuk Indonesia dari 2013 sampai 2022, menyatakan bahwa skor demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran dari 65 pada 2013 menjadi 59 pada tahun 2022 yang menjadikan status demokrasi di Indonesia sebagai “partly free” atau belum sepenuhnya demokrasi.

Seharusnya hal ini dapat menjadi tamparan keras bagi pemerintah karena merekalah yang seharusnya turut andil dan berperan penting dalam situasi demokrasi di Indonesia dengan lebih mengedepankan kebebasan sipil, independensi lembaga yudisial, serta mengutamakan keselarasan kebijakan pemerintah terhadap kehendak publik.

Menuju pesta demokrasi tahun 2024 nanti juga diharapkan bukan hanya menjalankan demokrasi prosedural namun juga demokrasi substansial yang mana dapat melahirkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas dan membawa maslahat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat bukan kepentingan kelompok tertentu.

Penulis: Fhierly Shaqirah
Kader PMII Rayon Hukum Universitas Mulawarman

0 Komentar

Cari Sesuatu di Sini

Close