Aktivis Autentik - Sebagai seorang organisatoris banyak saya temui seorang kader atau anggota dalam suatu organisasi dengan segala macam keunikan yang datang dari moral atau bahkan amoral seorang itu sendiri, tak dapat dinafikkan juga dalam organisasi yang sama sama kita jaga nama baiknya dan menjaga keharuman namanya yakni PMII, tentu banyak sekali anggota dan kader yang mungkin masih awam persoalan yang menjadi tonggak dalam sebuah organisasi manapun termasuk PMII yakni persoalan kaderisasi atau pengkaderan yang terdengar familiar ditelinga seorang organisatoris lebih-lebih kader PMII itu sendiri.
Tentu dalam setiap organisasi hal yang pasti ada adalah SDM-nya, dan menurut saya pribadi SDM yang perlu diberdayakan tentu tidak mudah untuk kita berdayakan karena sifat alamiah manusia masih persoalan nafsu semata, yang menjadi pertanyaan bagaimana cara atau metode yang efektif untuk mendewasakan pemikiran kader atau anggota PMII.
Mungkin sebagai kader PMII hal yang sering kita temui atau bahkan yang pasti terjadi adalah proses kaderisasi atau bisa saya katakan proses pendewasaan pikiran, bagi saya dewasa bukan persoalan usia, melainkan pikiran yang matang dan penuh pertimbangan untuk memutuskan sesuatu, menurut saya konsep pengkaderan tidak harus dikonsep dengan sedemikian rupa bagusnya, melainkan konsistensi terhadap konsep yang dibuat atau eksekusi terhadap konsep tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan berkesinambungan.
Jauh sebelum pembahasan yang barusan, tentunya harus ada kadernya yang nanti akan melewati jenjang kaderisasi dalam PMII, semisal PKD dan PKL katakanlah seperti itu, jauh sebelum persoalan jenjanh kaderisasi dalam organisasi wabil khusus PMII, kita harus melakukan recruitmen dalam organisasi manapun, dalam hal ini diorganisasi kita PMII ya bisa dibilang Open Recruitmen (Oprec) untuk mengikuti Mapaba (Masa Penerimaan Anggota Baru), sepengalaman saya untuk merekrut anggota adalah suatu hal yang paling awal dan paling sensitif untuk dilakukan, jika melihat ke belakang pengalaman penulis sendiri sering menemukan rekrutmen anggota Mapaba sedikit terkesan bernafsu untuk merekrut anggota dengan sedemikian banyaknya, tentu hal ini bukan persoalan salah atau benar karna sifatnya teknis, dan juga jika melihat historis dalam rayon penulis sendiri tentunya kuantitas adalah harga mati, bagaimana dengan kualitas? Penulis tak berhak menjawab karna nanti pembahasannya berbeda.
Banyak konsep maupun teknis yang saya temui dalam hal perekrutan Mabapa, entah secara perseorang ataupun kelompok, yang pasti mau atau tidak itu adalah bentuk doktrinasi, berbicara doktrinasi tentunya hal ini sensitif, karena bentuk doktrinasi banyak memunculkan wajah baru entah mau bagaimanapun bentuknya yang namanya doktrinasi menurut saya tetap pada esensi dari doktrinasi itu sendiri.
Menurut Bernard Arief Sidharta, istilah lain doktrin adalah ajaran. Ajaran itu juga dapat disamakan dengan doktrin, doktrin ini merupakan tampungan dari norma sehingga dokrin menjadi sumber hukum. Jika kita mengutip pendapat Apeldoorn, maka doktrin hanya bertugas membantu dalam pembentukan norma; doktrin itu harus dipindahkan lebih dahulu ke dalam norma yang langsung misalnya putusan hakim atau peraturan perundang-undangan, sehingga doktrin itu menjadi sumber tidak langsung dalam penerapan hukum.
Dan satu hal yang pasti ada yaitu doktrin “Mari ber-PMII”, yang menjadi pertanyaan apakah ini bentuk doktrinasi, yang jelas iya, apakah doktrin ini dapat dibenarkan? Tergantung bagaimana teknis di lapangan, kalaupun ada calon anggota yang sukarela untuk gabung ya sah saja kita menganggap doktrin ini baik selagi tidak mencederai AD ART yang termaktub dalam PMII, dan juga tidak melanggar konstitusi organisasi atau komunitas lain, karena tak dapat dipungkiri kuantitas dalam organisasi adalah bentuk komersil awal bagi organisasi itu sendiri, bagaimana dengan kuantitas? Yang pasti hal ini hanya anggota dan kader PMII sendiri yang tau dan merasakan manisnya organisasi ini.
Penulis: Moch Raihan Azizi
Anggota Rayon FTIK Komisariat UIN KHAS Jember
0 Komentar