![]() |
Iqbal Alaik, Demisioner Ketua PMII Komisariat UIN Walisongo Semarang 2023/2024/Foto: Aktivis Autentik |
Di balik perubahan struktural terkait jabatan sipil, batas usia pensiun, dan perluasan tugas TNI, muncul pertanyaan: bagaimana implikasi kebijakan ini terhadap perekonomian, iklim investasi, kesehatan fiskal APBN, dan Industri UMKM?
Pertanyaan ini relevan, mengingat TNI tidak hanya berperan sebagai garda pertahanan, tetapi kini juga terlibat lebih dalam dalam ranah sipil dan kebijakan strategis negara.
Dominasi Militer dan Pelemahan Ekonomi
Salah satu poin krusial UU TNI ini adalah pembukaan ruang jabatan di 14 kementerian atau lembaga sipil (K/L). Kini, TNI tidak hanya berperan sebagai garda pertahanan, tetapi terlibat lebih jauh dalam ranah sipil dan kebijakan strategis negara. Mengutip dari kemenkopukm.go.id dalam beberapa tahun terakhir, sektor UMKM telah menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, dengan kontribusi lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, dengan masuknya TNI ke dalam beberapa sektor strategis, ada kekhawatiran bahwa UMKM bisa kehilangan akses terhadap proyek-proyek yang sebelumnya terbuka bagi mereka.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menyatakan, penambahan jumlah kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh TNI aktif itu akan menimbulkan crowding out effect. “UU TNI dapat memunculkan masalah baru dalam tatanan ekonomi, yakni perebutan posisi dengan masyarakat sipil, serta inefisiensi sumber daya.”
Crowding out effect adalah konsep ekonomi yang menjelaskan bahwa peningkatan belanja pemerintah justru menggantikan dan menurunkan belanja sektor swasta, sehingga dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Dia mencontohkan peran TNI ini dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu janji Presiden Prabowo. Dalam program tersebut, Prabowo menunjuk TNI untuk terlibat aktif dan mengawasi jalannya MBG dengan dapur umum tersentralisasi dan keterlibatan TNI dalam proyek food estate. Itu artinya ada potensi lapangan pekerjaan masyarakat yang diperebutkan militer aktif.
Militer di BUMN: Ancaman atau Peluang bagi Investor?
Meski secara eksplisit tidak mencantumkan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), perluasan peran di 14 K/L ini berpotensi mempengaruhi sektor strategis yang dikelola BUMN, seperti energi, logistik, dan telekomunikasi.
Dampak Crowding out effect dalam Kementerian BUMN adalah demoralisasi pada manajerial dan staff BUMN karena puncak karier ditentukan oleh political appointee bukan karena meritrokrasi. Jika BUMN tidak memiliki konsep meritrokrasi dikhawatirkan brain drain akan merugikan BUMN itu sendiri. Dari sisi investasi, keberadaan TNI di posisi yang diperuntukkan untuk sipil tersebut memberikan kesan ekonomi kembali pada sistem komando bukan berdasarkan pada inovasi dan persaingan sehat. Khawatirnya, investor akan menimbang ulang berinvestasi di Indonesia dan target penanaman modal asing atau foreign direct investment (FDI) yang ditetapkan pemerintah senilai Rp3.414 triliun pada 2029, bakal sulit tercapai.
Dengan adanya ancaman ini Investor luar maupun domestik mungkin mempertanyakan dua hal: pertama, sejauh mana intervensi militer akan mengubah tata kelola BUMN; kedua, apakah keberadaan TNI dalam lembaga sipil akan menciptakan ketidakpastian regulasi atau risiko geopolitik?
Di satu sisi, keterlibatan TNI dalam lembaga seperti Badan Siber dan Sandi Negara atau Dewan Pertahanan Nasional bisa memperkuat keamanan infrastruktur kritis, Namun, di sisi lain, dominasi militer dalam lembaga sipil berisiko memicu sentimen “kekerasan” yang dikhawatirkan mengaburkan prinsip transparansi dan kompetisi usaha. Investor mungkin ragu jika kebijakan BUMN dianggap terlalu bias pada agenda keamanan, alih-alih efisiensi bisnis.
Pengalaman negara lain, seperti Mesir atau Myanmar, menunjukkan bahwa dominasi militer dalam ekonomi seringkali menciptakan monopoli dan mengurangi daya saing.
Jika TNI aktif terlibat dalam pengambilan keputusan tentu investor akan memantau apakah praktik ini membuka celah korupsi atau konflik kepentingan. Kejelasan aturan tentang batasan peran TNI di sektor sipil menjadi kunci untuk mempertahankan kepercayaan investor.
Perpanjangan Usia Jabatan: Beban atau Penghematan bagi APBN?
Total belanja pegawai pemerintah tahun 2025 sudah mencapai Rp 521,4 triliun. Nilainya meningkat hingga 85,5 persen dalam 10 tahun terakhir. Jika umur pensiun TNI ditambah, defisit APBN diperkirakan menembus 3 persen dalam waktu singkat yang artinya bisa melanggar konstitusi UU Keuangan Negara 2003.
Melihat defisit tahun ini, pemerintah menetapkan sebesar 2,53% terhadap produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan Rp616,2 triliun. Baru dua bulan berjalan APBN 2025, sejumlah lembaga pun memandang defisit terus berpotensi melebar ke level 2,9%.
Kebijakan ini memiliki dua sisi: pertama, memperpanjang masa jabatan bisa mempertahankan SDM berpengalaman di tengah ancaman kompleks seperti siber dan terorisme; kedua, menunda pensiun berimplikasi pada struktur pengeluaran APBN.
Secara fiskal, menunda usia pensiun mengurangi beban dana pensiun jangka pendek, karena pemerintah tidak perlu langsung membayar tunjangan pensiun untuk prajurit yang diperpanjang masa dinasnya. Namun, dalam jangka panjang, kebijakan ini justru berpotensi menambah beban jika jumlah penerima pensiun yang lebih tua meningkat secara signifikan.
Terlebih, di tengah tekanan defisit anggaran pascapandemi dan efisiensi, setiap perubahan kebijakan yang berdampak pada belanja negara perlu dikalkulasi secara hati-hati.
Bagaimana UMKM Bisa Beradaptasi?
Meski ada tantangan, bukan berarti UMKM tidak memiliki peluang dalam kondisi ini. Dengan strategi yang tepat, pelaku bisnis kecil dan menengah tetap bisa bertahan dan bahkan berkembang.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah memperkuat kolaborasi dengan sektor swasta lainnya, memperluas jaringan pemasaran digital, serta memanfaatkan program insentif yang disediakan pemerintah.
Penting bagi UMKM untuk lebih proaktif dalam mengikuti perkembangan regulasi dan memastikan bahwa kepentingan mereka tetap diperhitungkan dalam kebijakan ekonomi nasional. Organisasi bisnis dan asosiasi UMKM juga bisa berperan dalam mengadvokasi kebijakan yang mendukung ekosistem usaha kecil agar tetap kompetitif di tengah perubahan besar ini.
Mencari Titik Temu: Keamanan vs Pertumbuhan Ekonomi
Pengesahan UU TNI tidak bisa dilihat sebagai kebijakan yang terisolasi. Ia adalah bagian dari upaya negara merespons tantangan keamanan kontemporer, seperti ancaman siber, bencana iklim, dan konflik geopolitik.
Namun, integrasi militer dalam ranah sipil dan kebijakan fiskal yang menyertainya harus dibarengi dengan mekanisme checks and balances.
Pertama, pemerintah perlu memastikan bahwa keterlibatan TNI dalam lembaga sipil tidak mengganggu prinsip tata kelola yang sehat dan profesional, terutama di sektor strategis seperti BUMN.
Kedua, perpanjangan usia pensiun harus disertai evaluasi berkala untuk memastikan bahwa biaya yang timbul sepadan dengan kontribusi prajurit senior.
Terakhir, ekspansi tugas TNI harus diikuti dengan peningkatan akuntabilitas anggaran untuk menghindari inefisiensi.
Pada akhirnya, keberhasilan UU TNI dalam mendukung ekonomi nasional bergantung pada implementasi yang bijak. Namun ketika masyarakat sipil merasa tidak dilibatkan dalam diskursus perubahannya UU TNI baru ini bisa jadi dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK)
Jika pemerintah mampu menyeimbangkan antara kepentingan keamanan dan dinamika ekonomi, kebijakan ini bisa menjadi fondasi menuju ketahanan nasional yang inklusif.
Namun, jika tidak dikawal dengan transparansi, risiko politisasi militer dan beban fiskal yang membengkak justru akan menjadi tantangan baru bagi Indonesia di masa depan.
Sumber:
- https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/lubuksikaping/id/data-publikasi/artikel/3134-kontribusi-umkm-dalam-perekonomianindonesia.html
- https://www.tempo.co/ekonomi/celios-beberkan-ancaman-ruu-tni-terhadap-perekonomian-1220767
- https://ekonomi.bisnis.com/read/20250319/9/1862497/dampak-revisi-uu-tni-merembet-ke-ekonomi-perebutan-lapangan-kerja-hingga-defisit-apbn
- https://www.kedaipena.com/dampak-pengesahan-ruu-tni-terhadap-ekonomi-investor-dan-ruang-fiskal-apbn/
- https://fyb.detik.com/insight/10384/peluang-atau-tantangan-baru-dampak-revisi-uu-tni-terhadap-umkm-pelaku-bisnis
- https://investor.id/macroeconomy/392814/ekonom-paparkan-efek-uu-tni-bagi-iklim-investasi
- https://jabar.tribunnews.com/2025/03/18/dampak-revisi-uu-tni-kata-pengamat-berpotensi-rugikan-perekonomian-indonesia-begini-penjelasannya?page=2
- https://liks.suara.com/read/2025/03/20/085557/mengapa-revisi-uu-tni-memperburuk-ekonomi-indonesia-dan-bikin-investor-kabur
Penulis: Iqbal Alaik, Demisioner Ketua PMII Komisariat UIN Walisongo Semarang 2023/2024.
0 Komentar