Warta

Mozaik Perjuangan KOPRI Lamongan: Catatan dari Penghujung Periode

Ike Nurul Fitrotus Shoimah, Ketua KOPRI PC PMII Lamongan Masa Khidmat 2024-2025. [Foto: Aktivis Autentik]
Aktivis Autentik - Perjalanan KOPRI di Lamongan adalah kisah tentang jatuh bangun, tentang keyakinan bahwa perempuan PMII tidak boleh hanya menjadi pelengkap di ruang organisasi. Sejak pertama kali hadir, ia memikul misi yakni menghadirkan ruang belajar dan berjuang bagi perempuan yang ingin menyatukan antara nalar kritis, keberanian bersikap dan kesetiaan pada nilai-nilai pergerakan.

Jejak Sejarah yang Tidak Boleh Lupa

KOPRI Lamongan mengalami pasang surut. Tahun 1998, perempuan-perempuan PMII mulai punya ruang dengan hadirnya Departemen Keputrian yang kala itu dipelopori oleh Bunda Khoridatul Ilmiyah. Dari situ, estafet diteruskan oleh generasi-generasi berikutnya, meski belum seluruhnya berhasil terdokumentasi dengan baik.

Sekitar tahun 2009, KOPRI sempat berdiri dengan kepemimpinan sahabat Awwalis Widi Astuti. Sayangnya, karena pola dan manajemen kelembagaan belum mapan, KOPRI kembali dibubarkan. Tujuh tahun kemudian tepatnya 2016, tonggak baru berdiri melalui sahabat Syahrul Ulum, disusul Aizatul Faizah (2018–2019), Badriyatul Agustin (2019–2021), Rifa Nurdiana Arofah (2021–2022), Fitriyatun Khasanah (2022–2023) dan akhirnya periode kami 2024–2025.

Kisah ini menunjukkan bahwa KOPRI bukan lembaga yang sekali jadi. Ia terus ditempa oleh dinamika. Dibentuk, jatuh, berdiri lagi. Namun satu hal yang jelas: sejak 2016 hingga kini, KOPRI Lamongan tidak lagi hanya sekadar ada, tapi eksis dengan agenda yang lebih jelas dan konsisten.

Dinamika, Capaian dan Pembelajaran

Setiap periode punya gaya kepemimpinan dan tantangan sendiri. Ada masa ketika KOPRI fokus membangun struktur dan memperkenalkan diri ke publik. Ada masa ketika energi lebih tercurah pada kaderisasi dan penguatan basis. Ada masa ketika advokasi menjadi garda depan. Ada pula masa ketika media dijadikan senjata utama untuk menyuarakan sikap dan gagasan.

Di periode kami, berbagai program lahir untuk menjawab kebutuhan zaman. Sekolah Advokasi Perempuan menjadi ruang kader belajar tentang hukum, hak dan strategi gerakan. Tim Kaderisasi berhasil mencetuskan muatan lokal khas Lamongan: fiqh perempuan, perempuan dalam arus reforma agraria, perempuan dan ekonomi kreatif, ketahanan keluarga sebagai ketahanan negara, hingga penanganan kekerasan seksual.

Tidak berhenti di situ, KOPRI Lamongan juga berusaha hadir di basis melalui pengawalan SIG di rayon dan komisariat. Di sisi lain, biro media mulai menjalin kerja sama dengan pers, agar setiap langkah dan sikap KOPRI tidak berhenti di ruang rapat tetapi sampai pada publik.

Tentu saja, tidak semua program berjalan mulus. Ada yang berhasil, ada yang tertunda, ada pula yang belum sempat terlaksana karena keterbatasan sumber daya. Namun, di setiap keterbatasan itu, ada pembelajaran. Bahwa membangun KOPRI bukan hanya tentang program, melainkan juga tentang konsistensi, manajemen kolektif dan keteguhan menghadapi dinamika organisasi.

Catatan Reflektif

Saya selalu percaya, tidak ada satu periode pun yang lebih unggul dari yang lain. Masing-masing masa adalah bagian dari mozaik besar yang menyusun perjalanan KOPRI Lamongan. Ada masa dengan kelebihan tertentu, ada masa dengan kelemahan tertentu. Namun semuanya saling melengkapi, karena tujuan kita sama: kemajuan kader perempuan PMII.

Kini di penghujung periode, saya menyadari satu hal penting: ukuran keberhasilan kepengurusan bukan hanya berapa banyak program terlaksana, tetapi seberapa besar KOPRI memberi ruang aman, ruang tumbuh dan ruang berdaya bagi kader perempuan. Apakah kader merasa KOPRI adalah rumah? Apakah mereka merasa punya wadah untuk menyalurkan gagasan dan perjuangan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang harus terus dijawab dari periode ke periode.

Harapan untuk Masa Depan

Harapan saya sederhana tapi mendasar: KOPRI Lamongan tetap eksis, makin matang dan semakin strategis dalam mengartikulasikan kepentingan perempuan di tubuh PMII. Tantangan ke depan akan semakin kompleks: mulai dari isu digitalisasi, kesetaraan gender, krisis iklim, hingga ancaman kekerasan berbasis gender. Semua itu membutuhkan KOPRI yang siap, solid dan berani mengambil posisi.

Periode boleh berganti, kepemimpinan boleh berpindah tangan. Namun semangat perjuangan tidak boleh padam. Sebab, KOPRI bukan hanya tentang siapa yang menjadi ketua, tetapi tentang bagaimana kita bersama menjaga api perjuangan perempuan tetap menyala.

Lamongan, 12 September 2025

Penulis: Ike Nurul Fitrotus Shoimah, Ketua KOPRI PC PMII Lamongan Masa Khidmat 2024-2025.

0 Komentar

Cari Sesuatu di Sini

Close