![]() |
Berproses atau Tertinggal: Narasi Perjuangan Kader di PMII/Foto: Istimewa |
Aktivis Autentik - Apa yang patut dibanggakan dari berproses di dalam organisasi, khususnya dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)? Jawaban atas pertanyaan itu tentu tidak sederhana. Namun bagi mereka yang pernah merasakan asam garamnya proses berorganisasi, kebanggaan itu lahir bukan dari seberapa tinggi jabatan yang pernah diemban, melainkan dari sejauh mana diri ini mampu konsisten untuk terus bergerak, berpikir, dan bertumbuh bersama.
Berproses dalam PMII bukan sekadar ikut hadir dalam rapat atau meramaikan forum-forum diskusi. Ia adalah sebuah perjalanan panjang yang menyentuh aspek intelektual, spiritual, sosial, dan emosional. Menghidupi organisasi bukan sekadar mengisi struktur kepengurusan, tapi lebih dari itu: bagaimana setiap ucapan, tindakan, hingga ajakan yang kita lakukan mampu menjadi percikan semangat yang menghidupkan ruh organisasi itu sendiri.
Dalam pengamatan penulis, para pengurus di tingkat rayon dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis karakter kader: Kader Teoritis, Kader Praktis, dan Kader Spesialis. Masing-masing memiliki peran unik dan penting dalam memastikan organisasi tetap berjalan dengan sehat dan dinamis.
Kader Teoritis: Pilar Pemikiran Organisasi
Kader jenis ini adalah mereka yang paling dapat diandalkan ketika organisasi membutuhkan gagasan, rumusan kebijakan, atau strategi pergerakan. Mereka sangat kuat dalam hal konseptual dan biasanya tampil di forum-forum intelektual. Namun, kader teoritis sering kali enggan terlibat langsung di lapangan. Mereka merasa sudah cukup memberikan kontribusi melalui ide dan pemikiran, sehingga kurang tertarik pada hal-hal teknis. Meski demikian, mereka adalah penuntun arah—kompas organisasi yang membantu PMII berjalan dengan rencana yang matang.
Kader Praktis: Mesin Penggerak Kegiatan
Berbeda dari yang sebelumnya, Kader Praktis adalah mereka yang sangat semangat dalam pelaksanaan teknis kegiatan. Mereka senang terlibat langsung di lapangan, dari menyiapkan logistik hingga menyusun dekorasi acara. Meski kerap dianggap kurang aktif dalam diskusi atau penyusunan konsep, peran mereka sangat vital. Tanpa mereka, ide-ide besar yang dihasilkan oleh kader teoritis hanya akan menjadi angan-angan. Kader praktis inilah yang menjadikan organisasi nyata bergerak dan hidup di tengah masyarakat kampus.
Kader Spesialis: Penjaga Keseimbangan
Sementara itu, Kader Spesialis adalah kombinasi sempurna dari keduanya. Mereka mampu berpikir strategis sekaligus terjun langsung ke lapangan. Kader ini biasanya memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi, bijaksana dalam bersikap, dan tidak memaksakan ego pribadinya. Dalam istilah Jawa, mereka sering membuat orang lain “sungkan”—bukan karena otoritas, tetapi karena karismanya. Sosok seperti inilah yang sering menjadi penyejuk dalam konflik internal dan penjaga harmoni organisasi.
Tentu saja, tidak semua orang bisa masuk dalam satu kotak karakter. Tiga jenis kader ini bukan untuk membatasi, tapi untuk memahami bahwa setiap individu memiliki cara masing-masing dalam menghidupi organisasi. Semuanya berharga, semuanya penting.
Problematika Kader yang Menghilang
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap periode, ada saja kader atau pengurus yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Alasan yang paling umum adalah rasa malu karena merasa tidak tahu harus berkontribusi apa. Di sisi lain, mereka mungkin juga merasa tertekan secara mental akibat tidak aktif atau tidak memiliki peran yang jelas. Hal ini menjadi ironi dalam organisasi yang seharusnya mengedepankan semangat kekeluargaan.
Alih-alih memberikan dukungan dan pendekatan, sering kali justru muncul penilaian negatif dan pergunjingan. Ini adalah hal yang sangat disayangkan. Organisasi seperti PMII seharusnya menjadi ruang yang inklusif, tempat semua orang bisa belajar dan tumbuh tanpa takut dihakimi.
Di sinilah pentingnya peran kader yang memahami nilai kebersamaan dan solidaritas. Ajakan-ajakan kecil, perhatian personal, serta ruang dialog yang sehat sangat dibutuhkan untuk merangkul kembali mereka yang sempat tersesat dalam proses. Jangan biarkan mereka merasa sendirian, karena bisa jadi mereka hanya butuh satu pelukan hangat atau satu kalimat dukungan untuk kembali bangkit.
Tim Hore: Permulaan dari Keterlibatan Nyata
Penulis menyebut satu tipe kader tambahan: Tim Hore. Mereka adalah sosok-sosok yang mungkin belum terlalu aktif dalam struktur maupun teknis, namun setia hadir di setiap kegiatan. Sekilas, keberadaan mereka tampak hanya sebagai penggembira. Namun justru dari sinilah benih keterlibatan muncul. Lewat kehadiran, canda tawa, dan kedekatan emosional, Tim Hore perlahan-lahan tumbuh menjadi kader yang lebih aktif dan berani mengambil peran.
Dalam sebuah organisasi, semua peran itu penting. Tidak ada yang benar-benar kecil. Yang penting adalah semangat untuk terus berproses, belajar, dan memberi. Karena pada akhirnya, kebanggaan terbesar bukanlah menjadi siapa-siapa, tetapi tetap memilih untuk bertahan dan berjuang bersama.
Penulis: Muhammad Akbar Hidayatulloh, Kader PMII Rayon “KAWAH” Chondrodimuko
0 Komentar